Dari Jepang Vamps “Memburu” Penggemar Ke Jakarta
Meskipun baru lima tahun berkiprah di jalur musik rock, duo Vamps sudah “memburu” penggemar musik rock ke beberapa sudut kota di dunia. Kini giliran Jakarta yang menjadi sasaran “buruan” band cadas yang digawangi oleh Hyde (L'Arc-en-Ciel) dan K.A.Z ini. Lewat irama musik hard rock dan rock alternative, yang didukung dengan aksi energik serta tata lampu yang apik, mereka mampu menggebrak panggung di Lapangan Parkir Kolam Renang, Senayan, Jakarta.
“Hi..ho! Let’s hunt! Hi..ho! Where’s my lamb?”, kalimat yang
dilafalkan dengan teriakan ini diulang-ulang di sepanjang lagu yang
berjudul Hunting. Tanpa aba-aba, serempak penonton pun ikut berteriak
melafalkan ajakan “berburu” itu sambil mengepalkan salah satu tangannya
ke atas, pada Jumat malam, 29 November 2013. Hyde sang vokalis bahkan
beberapa kali memberikan penekanan pada kalimat “Where’s my lamb?”
dengan tatapan yang seakan-akan tengah mencari buruan. Aksinya itu
mendapatkan respon yang begitu riuh dari kerumunan penonton yang
kebanyakan merupakan anggota dari komunitas musik Jepang di Indonesia.
Sekitar pukul 21.30, duo Vamps yang diperkuat dengan tiga personel
lainnya tampil di atas panggung dengan tata pencahayaan yang menyorot
begitu terang area pentas. Sekilas, penonton di Jakarta saat itu hanya
mampu melihat sosok hitam yang sudah siap di posisinya masing-masing.
Tanpa sapaan, Hyde dan K.A.Z menghentak Senayan lewat cover song Life on
Mars, yang merupakan karya dari David Bowie. Penonton pun menyambut
aksi perdana Vamps dengan keriuhan dan membentuk simbol huruf “V” dengan
jari mereka.
Selanjutnya Vamps menghadirkan beberapa karya mereka yang kental
dengan nuansa hard rock. Seperti tembang hits berjudul Devil Side.
Melalui beberapa tembang ini, rasanya penonton bisa melihat dan
merasakan persona Hyde yang berbeda ketika ia tampil bersama L'Arc-en-Ciel.
Simak saja, saat ia menampilkan vokal teriakan ala rocker (grohl) di
berbagai kesempatan. Rasanya aksinya itu terasa lebih total ketimbang
saat ia manggung bersama L'Arc-en-Ciel.
Sedangkan, gerak-geriknya di atas pentas juga terlihat lebih rock and
roll dan “slenge-an”. Sepertinya Hyde mampu menampilkan sisi rock-nya
secara lebih total lewat duo Vamps, yang awalnya merupakan proyek
solonya itu.

Dari nuansa hard rock, irama musik pun terdengar lebih eklektik.
Lantaran permainan synthesizer dari sang kibordis lebih dominan
dibandingkan riff gitar rock dan dentuman bass rock-nya. Hal tersebut
bisa dirasakan oleh penonton saat Vamps misalnya membawakan karyanya
yang berjudul The Past, dengan irama yang lebih ballad. Bahkan pada
tembang Vampire Depression, Vamps menghadirkan ambience elektronik yang
diriingi dengan beat-beat sampler suara yang terdengar mirip dengan
kendang.
“Kalian senang? Gue juga…”, kata Hyde yang mencoba berkomunikasi
dengan pelafalan bahasa Indonesia yang pas-pasan kepada penggemarnya di
sini. Beberapa kali pria asal Jepang yang mengenakan pakaian serba hitam
dengan kemeja yang tidak dikancingkan itu, juga mencoba menyapa
penggemarnya dengan bahasa Indonesia, yang memancing respon yang riuh
dari penonton.
Lewat encore Sweet Dreams, Vamps mampu menutup aksi panggung
perdananya di Jakarta dengan “manis”. Instrumen piano dan contrabass
mengiringi aransemen lagu tersebut dengan nuansa yang meneduhkan. Namun,
Sweet Dreams tetap terdengar unik dengan twist vokal Hyde yang
menampilkan suara valsetonya untuk lagu bernada ballad. Meskipun
demikian, rupanya mereka masih ingin menutup penampilannya di ibu kota
dengan irama musik bernada menghentak.
Tampaknya Vamps berhasil mendapatkan “buruan” (baca: penggemar) baru
dari kota Jakarta melalui helatan Hyper Wave Festival. Walaupun, area
konser mereka kali itu hanya ramai disesaki penonton di kelas reguler,
lantaran kelas festival tertutup dengan area FOH.
sumber : butikmusik.com
sumber : butikmusik.com
Comments